"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar…” (Al Baqarah: 282).
Menurut Sayyid Quthb (2000: 391-392) bahwa ayat di atas menjelaskan tentang prinsip umum yang hendak ditetapkan, maka menulis merupakan suatu yang diwajibkan dengan nash, tidak dibiarkan manusia memilihnya (untuk melakukannya atau tidak) pada waktu melakukan transaksi secara bertempo (utang-piutang), karena suatu hikmah yang akan dijelaskan pada akhir nash. Juru tulis ini diperintahkan menulisnya dengan adil (benar), dan tidak boleh mengurangi atau menambahkan suatu dalam teks yang disepakati.
Menurut Teungku Muhammad Hasbi (2000: 498-499) menjelaskan bahwa kita sebagai seorang mukmin, agar setiap mengadakan perjanjian utang-piutang dilengkapi dengan perjanjian tertulis (membuat surat perjanjian utang-piutang) dan hendaknya orang yang menulis surat perjanjian itu seorang yang adil dan tidak berpihak, sehingga tidak merugikan pihak manapun.
Muhammad Quraish Shihab (2006: 603) berpendapat bahwa ayat diatas secara redaksional ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tetapi yang dimaksud adalah mereka yang melakukan transaksi utang-piutang, bahkan yang lebih khusus adalah yang berhutang. Ini agar yang memberi piutang merasa lebih tenang dengan penulisan itu. Karena menulisnya adalah perintah atau tuntutan yang sangat dianjurkan, meskipun kreditor tidak memintanya.
Sekian artikel mengenai Dasar Manajemen Keuangan Sekolah, yang dapat kalian jadikan acuan untuk belajar.
Lihat juga:
Kumpulan Artikel Tentang Manajemen